Aku Mampu, dan Perjalanan Yang Harus di Tuju


Saat kulihat dunia kini, ternyata kehidupan tak seindah warna yang di tawarkan. Masa depan yang memisteri, pribadi yang kadang terbolak-balik, lelaku yang jauh dari baik, membuat perjalanan susah di tebak.

Kadang terlintas di benak, apakah perjalanan yang begitu panjang ini mampu untuk di lewati, setelah mengetahui bahwa ia berliku dan memiliki duri di sana-sini? Mampukah?

Sebagai seorang lelaki misalnya, yang kelak akan menjadi pengatur sebuah pernikahan. Beban dipundak berlipat, bekal yang di siapkan tentu berat. Maka, benak ini menjadi kerdil. Terlebih sekarang masih sebagai lelaki yang masih membutuhkan ulur tangan seseorang.

Sebegitu nikmatkah pernikahan yang di tawarkan? Mungkin iya, di dua, tiga, lima, atau di empat tahun pertama saja. Selebihnya adalah seonggok perjuangan untuk melatih kesetiaan.

Ya sebab, baru di detik lalu mata ini menyaksikan, lelaki yang dulu ku kenal tangguh, pejuang kehidupan, rela demi apapun untuk menguatkan pernikahan, wajahnya ceria di hari-harinya. Kini terbaring tak berdaya, melihat "dunia hanya di dunianya", melihat aku yang dulu sudah tak dikenalnya, ia sibuk berceloteh sendiri, hatinya terkapar, jiwanya terkikis oleh derita yang tiada henti menerpa. Padahal seorang istri dan lima anaknya masih membutuhkan asupan rizki darinya.

Aduhai, begitu beratkan beban hidup ketika kelak kaki memijak tanah dengan sebuah langkah yang di kuatkan seorang di samping kita.? Jawaban itu adalah iya, dan itu membuat perjalanan ku ingin berhenti di sini saja.

Bukan, bukan karna aku takut. Hanya merasa sebagai pecundang, jika kelak aku tak mampu menguatkan langkah seorang, untuk kemudian mengucapkan di telinganya "Ma'af aku pergi" lalu meninggalkan ia sendiri dengan bebanku yang berada di pundaknya. Dan aku tak mampu memberikan sesuatu lagi padanya.

Wahai..
Maka menguatkan pribadi bagi seorang lelaki yang masih sendiri adalah kewajiban tertinggi, lalu seorang wanita di dunia lainnya mencoba terus bercahaya, menyiapkan kesetian agar kelak saat sang lelaki mulai rapuh dan terjatuh, ia mampu mengulurkan tangan, untuk kemudian ia bantu menegakkan kehidupan.

Zen
260817

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Di Ujung Kita

--- Tentang Kerinduan ---

Pergi MendekatiNya, Baru Kemudian dia